konselor

konselor
logo konselor

Kamis, 21 Maret 2013

METODE PENGUMPULAN DATA


A. Proses Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan dalam rangka mencapai tujuan penelitian. Tujuan yang diungkapkan dalam bentuk hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap petanyaan penelitian. Jawaban itu masih perlu diuji secara empiris, dan untuk maksud inilah dibutuhkan pengumpulan data. Data yang dikumpulkan ditentukan oleh variabel-variabel yang ada dalam hipotesis. Data itu dikumpulkan oleh sampel yang telah ditentukan sebelumnya. Sampel tersebut terdiri atas sekumpulan unit analisis sebagai sasaran penelitian.
Variabel-variabel yang diteliti terdapat pada unit analisis yang bersangkutan dalam sampel penelitian. Data yang dikumpulkan dari setiap variabel ditentukan oleh definisi operasional variabel yang bersangkutan. Definisi operasional itu menunjuk pada dua hal yang penting dalam hubungannya dengan pengumpulan data, yaitu indikator empiris dan pengukuran.
Indikator empiris menunjuk pada yang diamati dari variabel yang bersangkutan, dan pengukuran menunjuk pada kualitas yang diamati. Sehubungan dengan masalah pengukuran ini, harus disadari bahwa kita menghadapi obyek yang berbeda-beda yang mengakibatkan adanya variasi dalam pengukuran. Prof. Dr. Sutrisno Hadi, M.A. menyebutkan 5 variasi pada pengukuran, yaitu:
1. perbedaan yang terdapat dalam obyek-obyek yang dukur,
2. perbedaan situasi pada saat pengukuran dilakukan,
3. perbedaan alat pengukuran yang digunakan,
4. perbedaan penyelenggeraan atau administrasinya,
5. perbedaan pembacaan dan atau penilaian hasil pengukurannya.
Faktor-faktor tersebut perlu diperhatikan dalam melakukan pengumpulan data. Masalah validitas reliabilitas merupakan faktor yang perlu diperhatikan dalam masalah pengukuran ini. Alat ukur dikatakan valid apabila alat itu mengukur yang diukurnya dengan teliti. Proses pengumpulan data itu sendiri menurut Nan Lin pada umunya terdiri atas 8 tahap, sebagai berikut:
1. Tinjauan literatur dan konsultasi dengan ahli
Pengumpulan data biasanya diawali dengan mengumpulkan informasi yang berhubungan dengan masalah penelitian. Informasi-informasi tersebut dapat diperoleh melalui peninjau literatur yang relevan dan konsultasi dengan para ahli. Melalui usaha-usaha ini peneliti berusaha memahami benar-benar isu penelitian, konsep, dan variable-variabel yang dipergunakan oleh peneliti lain dalam mempelajari hal yang serupa di masa lalu, dan hipotesis-hopotesis yang pernah diteliti pada waktu lalu. Perlu juga dipahami ciri-ciri orang yang menjadi responden kita dalam penelitian.
2. Mempelajari dan melakukan pendekatan terhadap kelompok masyarakat di mana data akan dikumpulkan.
Maksudnya supaya peneliti yang bersangkutan dapat diterima di dalam kelompok masyarakat itu dan memahami berbagai kebiasaan yang berlaku di dalamnya. Untuk itu perlu dikaitkan pendekatan terhadap tokoh-tokoh yang bersangkutan.
3. Membina dan memanfaatkan hubungan yang baik dengan responden dan lingkungannya.
Untuk maksud tersebut peneliti perlu mempelajari kebiasaan-kebiasaan respondennya termasuk cara mereka berpikir, cara mereka melakukan sesuatu, bahasa yang dipergunakan, waktu luang mereka, dan sebagainya.
4. Uji coba atau pilot study
Pengumpulan data didahului dengan uji coba instrumen penelitian pada sekelompok masyarakat yang merupakan bagian dari populasi yang bukan sample. Maksudnya untuk mengetahui apakah instrument tersebut cukup handal atau tidak, komunikatif, dapat dipahami, dan sebagainya.
5. Merumuskan dan menuyusun pertanyaan
Setelah hasil uji coba itu dipelajari, disusunlah instrumen penelitian dalam bentuknya yang terakhir berupa pertanyaan-pertanyaan yang relevan dengan tujuan penelitian. Pertanyaan itu harus dirumuskan sedemikian rupa sehingga ia mengandung makna yang signifikan dan substansif.
6. Mencatat dan memberi kode (recording and coding)
Melalui instrumen penelitian yang telah dipersiapkan, dilakukan pencatatan terhadap data yang dibutuhkan dari setiap responden. Informasi-informasi yang diperoleh dari pencatatan ini diberi kode guna memudahkan proses analisis.
7. Cross checking, validitas, dan reliabilitas
Tahap ini terdiri atas cross checking terhadap data yang masih diragukan kebenarannya, serta memeriksa validitas dan reliabilitasnya.
8. Pengorganisasian dan kode ulang data yang telah terkumpul supaya dapat dianalisis.
B. Metode Pengumpulan Data
Untuk mengumpulkan data dari sampel penelitian, dilakukan dengan metode tertentu sesuai dengan tujuannya. Dalam proses pengumpulan data tentu diperlukan sebuah alat atau instrumen pengumpul data. Alat pengumpul data dapat dibedakan menjadi dua yaitu pertama alat pengumpul data dengan menggunakan metode tes dan metode non tes.
1. Pengumpulan Data dengan Metode Tes
Tes merupakan suatu metode penelitian psikologis untuk memperoleh informasi tentang berbagai aspek dalam tingkah laku dan kehidupan batin seseorang, dengan menggunakan pengukuran (measurement) yang menghasilkan suatu deskripsi kuantitatif tentang aspek yang diteliti.
Keunggulan metode ini adalah lebih akurat karena tes berulang-ulang direvisi dan instrument penelitian yang objektif. Sedangkan kelemahan metode ini adalah hanya mengukur satu aspek data, memerlukan jangka waktu yang panjang karena harus dilakukan secara berulang-ulang, dan hanya mengukur keadaan siswa pada saat tes itu dilakukan. Adapun jenis-jenis tes, yaitu:
a. Tes Intelegensi
Tes kemampuan intelektual, mengukur taraf kemampuan berpikir, terutama berkaitan dengan potensi untuk mencapi taraf prestasi tertentu dalam belajar di sekolah (Mental ability Test; Intelegence Test; Academic Ability Test; Scholastic Aptitude Test). Jenis data yang dapat diambil dari tes ini adalah kemampuan intelektual atau kemampuan akademik.
b Tes Bakat
Tes kemampuan bakat, mengukur taraf kemampuan seseorang untuk berhasil dalam bidang studi tertentu, program pendidikan vokasional tertentu atau bidang pekerjaan tertentu, lingkupnya lebih terbatas dari tes kemampuan intelektual (Test of Specific Ability; Aptitude Test ). Kemampuan khusus yang diteliti itu mencakup unsur-unsur intelegensi, hasil belajar, minat dan kepribadian yang bersama-sama memungkinkan untuk maju dan berhasil dalam suatu bidang tertentu dan mengambil manfaat dari pengalaman belajar dibidang itu.
c Tes Minat
Tes minat, mengukur kegiatan-kegiatan macam apa paling disukai seseorang. Tes macam ini bertujuan membantu orang muda dalam memilih macam pekerjaan yang kiranya paling sesuai baginya (Test of Vocational Interest).
d Tes Kepribadian
Tes kepribadian, mengukur ciri-ciri kepribadian yang bukan khas bersifat kognitif, seperti sifat karakter, sifat temperamen, corak kehidupan emosional, kesehatan mental, relasi-relasi social dengan orang lain, serta bidang-bidang kehidupan yang menimbulkan kesukaran dalam penyesuaian diri. Tes Proyektif, meneliti sifat-sifat kepribadian seseorangmelalui reaksi-reaksinya terhadap suatu kisah, suatu gambar atau suatu kata; angket kepribadian, meneliti berbagai ciri kepribadian seseorang dengan menganalisa jawaban-jawaban tertulis atas sejumlah pertanyaan untuk menemukan suatu pola bersikap, bermotivasi atau bereaksi emosional, yang khas untuk orang itu.
Kelemahan Tes Proyektif hanya diadministrasi oleh seorang psikolog yang berpengalaman dalam menggunakan alat itu dan ahli dalam menafsirkannya.
e Tes Perkembangan Vokasional
Tes vokasional, mengukur taraf perkembangan orang muda dalam hal kesadaran kelak akan memangku suatu pekerjaan atau jabatan (vocation); dalam memikirkan hubungan antara memangku suatu jabatan dan cirri-ciri kepribadiannya serta tuntutan-tuntutan social-ekonomis; dan dalam menyusun serta mengimplementasikan rencana pembangunan masa depannya sendiri. Kelebihan tes semacam ini meneliti taraf kedewasaan orang muda dalam mempersiapkan diri bagi partisipasinya dalam dunia pekerjaan (career maturity).
f Tes Hasil Belajar (Achievement Test)
Tes yang mengukur apa yang telah dipelajari pada berbagai bidang studi, jenis data yang dapat diambil menggunakan tes hasil belajar (Achievement Test) ini adalah taraf prestasi dalam belajar.
2. Pengumpulan Data dengan Metode Non Tes
Untuk melengkapi data hasil tes akan lebih akurat hasilnya bila dipadukan dengan data-data yang dihasilkan dengan menggunakan tehnik yang berbeda, berikut disajikan alat pengumpul data dalam bentuk non tes. Adapun jenis-jenis metode non tes, yaitu:
a. Observasi
Observasi diartikan pengamatan dan pencatatan secara sistematik terhadap gejala yang tampak pada objek penelitian. Berikut alat dan cara melaksanakan observasi. Keunggulan metode ini adalah banyak gejala yang hanya dapat diselidiki dengan observasi, hasilnya lebih akurat dan sulit dibantah, banyak objek yang hanya bersedia diambil datanya hanya dengan observasi, misalnya terlalu sibuk dan kurang waktu untuk diwawancarai atau menisci kuesioner, kejadian yang serempak dapat diamati dan dan dicatat serempak pula dengan memperbanyak observer, dan banyak kejadian yang dipandang kecil yang tidak dapat ditangkap oleh alat pengumpul data yang lain, yang ternyata sangat menentukan hasil penelitian. Kelemahan metode ini adalah observasi tergantung pada kemampuan pengamatan dan mengingat, kelemahan-kelemahan observer dalam pencatatan, banyak kejadian dan keadaan objek yang sulit diobservasi, terutama yang menyangkut kehidupan peribadi yang sangat rahasia, dan oberservasi sering menjumpai observer yang bertingkah laku baik dan menyenangkan karena tahu bahwa ia sedang diobservasi.
Banyak gejala yang hanya dapat diamati dalam kondisi lingkungan tertentu, sehingga dapat terjadi gangguan yang menyebabkan observasi tidak dapat dilakukan. Berikut ini adalah alat dan cara melaksanakan observasi, yaitu:
1. Catatan Anekdot (Anecdotal Record )
Alat untuk mencatat gejala-gejala khusus atau luar biasa menurut urutan kejadian, catatan dibuat segera setelah peristiwa terjadi. Pencatatan ini dilakukan terhadap bagaimana kejadiannya, bukan pendapat pencatat tentang kejadian tersebut.
2. Catatan Berkala (Incidental Record)
Pencatatan berkala walaupun dilakukan berurutan menurut waktu munculnya suatu gejala tetapi tidak dilakukan terus menerus, melainkan pada waktu tertentu dan terbatas pula pada jangka waktu yang telah ditetapkan untuk tiap-tiap kali pengamatan.
3. Daftar Chek (Check List )
Penataan data dilakukan dengan menggunakan sebuah daftar yang memuat nama observer dan jenis gejala yang diamati.
4. Skala Penilaian (Rating Scale)
Pencatatan data dengan alat ini dilakukan seperti chek list. Perbedaannya terletak pada kategorisasi gejala yang dicatat. Dalam rating scale tidak hanya terdapat nama objek yang diobservasi dan gejala yang akan diselidiki akan tetapi tercantum kolom-kolom yang menunjukkan tingkatan atau jenjang setiap gejal tersebut.
5. Peralatan Mekanis (Mechanical Device)
Pencatatan dengan alat ini tidak dilakukan pada saat observasi berlangsung, karena sebagian atau seluruh peristiwa direkan dengan alat elektronik sesuai dengan keperluan.
b. Angket atau kuesioner (questionnaire)
Angket atau kuesioner merupakan suatu teknik pengumpulan data secara tidak langsung (peneliti tidak langsung bertanya jawab dengan responden). Instrumen atau alat pengumpulan datanya juga disebut angket berisi sejumlah pertnyaan-pertanyaan yang harus dijawab atau direspon oleh responden. Responden mempunyai kebiasaan untuk memberikan jawaban atau respon sesuai dengan presepsinya. Kuesioner merupakan metode penelitian yang harus dijawab responden untuk menyatakan pandangannya terhadap suatu persoalan. Sebaiknya pertanyaan dibuat dengan bahasa sederhana yang mudah dimengerti dan kalimat-kalimat pendek dengan maksud yang jelas. Penggunaan kuesioner sebagai metode pengumpulan data terdapat beberapa keuntungan, diantaranya adalah pertanyaan yang akan diajukan pada responden dapat distandarkan, responden dapat menjawab kuesioner pada waktu luangnya, pertanyaan yang diajukan dapat dipikirkan terlebih dahulu sehingga jawabannya dapat dipercaya dibandingkan dengan jawaban secara lisan, serta pertanyaan yang diajukan akan lebih tepat dan seragam. Kuesioner dapat dibagi menjadi empat, yaitu:
1. Kuesioner tertutup
Setiap pertanyaan telah disertai sejumlah pilihan jawaban. Responden hanya memilih jawaban yang paling sesuai.
2. Kuesioner terbuka
Dimana tidak terdapat pilihan jawaban sehingga responden haru memformulasikan jawabannya sendiri.
3. Kuesioner kombinasi terbuka dan tertutup
Dimana pertanyaan tertutup kemudian disusul dengan pertanyaan terbuka.
4. Kuesioner semi terbuka
Pertanyaan yang jawabannya telah tersusun rapi, tetapi masih ada kemungkinan tambahan jawaban.
c. Wawancara
Wawancara informasi merupakan salah satu metode pengumpulan data untuk memperoleh data dan informasi dari siswa secara lisan. Proses wawancara dilakukan dengan cara tatap muka secara langsung dengan siswa. Selama proses wawancara petugas bimbingan mengajukan pertanyaan, meminta penjelasan dan jawaban dari pertanyaan yang diberikan dan membuat catatan mengenai hal-hal yang diungkapkan kepadanya. Secara garis besar aa dua macam pedoman wawancara, yaitu:
1. Pedoman wawasan tidak terstruktur, yaitu pedoman wawancara yang hanya memuat garis besar yang akan ditanyakan. Tentu saja kreativitas pewawancara sangat diperlukan, bahkan hasil wawancara dengan jenis pedoman ini lebih banyak tergantung dari pewawancara. Pewawancaralah sebagai pengemudi jawaban responden. Jenis interviu ini cocok untuk penilaian khusus.
2. Pedoman wawancara terstruktur, yaitu pedoman wawancara yang disusun secara terperinci sehingga menyerupai check-list. Pewawancara tinggal membubuhkan tanda (check) pada nomor yang sesuai.
Pedoman wawancara yang banyak digunakan adalah bentuk “semi structured”. Dalam hal ini maka mula-mula interviewer menanyakan serentetan pertanyaan yang sudah terstruktur, kemudian satu per satu diperdalam dalam mengorek keterangan lebih lanjut. Dengan demikian jawaban yang diperoleh bisa meliputi semua variabel, dengan keterangan yang lengkap dan mendalam.
d. Studi Dokumenter (documentary sudy)
Studi dokumenter merupakan merupakan suatu teknik pengumpulan data dengan menghimpun dan menganalisis dokumen-dokumen, baik dokumen tertulis,gambar maupun elektronik. Dokumen yang telah diperoleh kemudian dianalisis (diurai), dibandingkan dan dipadukan (sintesis) membentuk satu hasil kajian yang sistematis, padu dan utuh. Jadi studi dokumenter tidak sekedar mengumpulkan dan menuliskan atau melaporkan dalam bentuk kutipan-kutipan tentang sejumlah dokumuen yang dilaporkan dalam penelitian adalah hasil analisis terhadap dokumen-dokumen tersebut.
Metode dokumentasi, yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, lengger, agenda, dan sebagainya. Dibandingkan dengan metode lain, maka metode ini agak tidak begitu sulit, dalam arti apabila ada kekeliruan sumber datanya masih tetap, belum berubah. Dengan metode dokumentasi yang diamati bukan benda hidup tetapi benda mati. Dalam menggunakan metode dokumentasi ini peneliti memegang check-list untuk mencari variabel yang sudah ditentukan. Apabila terdapat/muncul variabel yang dicari, maka peneliti tinggal membubuhkan tanda check atau tally di tempat yang sesuai. Untuk mencatat hal-hal yang bersifat bebas atau belum ditentukan dalam daftar variabel peneliti dapat menggunakan kalimat bebas.
e. Otobiografi
Otobiografi merupakan karangan yang dibuat oleh siswa mengenai riwayat hidupnya sampai pada saat sekarang. Riwayat hidup itu dapat mencakup keseluruhan hidupnya dimasa lamoau atau hanya beberapa aspek kehidupannya saja. Keunggulan metode ini adalah di samping menceritakan kejadian-kejadian dimasa lalu terungkap pula pikiran dan perasaan subjektif tentang kejadian tersebut, menolong Konselor memahami kehidupan batin siswa dan membantu siswa menyadari garis besar riwayat perkembangannya sampai sekarang, berunsur subjektifitas sehingga siswa menggambarkan duniaini, dilihat dari sudut pandang sendiri (internal frame of reference). Sedangkan kelemahan metode ini adalah unsur subjektifitas juga menimbulkan kesulitan bagi interpretasi, karena siswa cenderung melebihkan-lebihkan kebaikan atau kelemahan sendiri dan menilai peranan orang lain secara berat sebelah dan memerlukan waktu yang lama,
f. Sosiometri
Sosiometri merupakan suatu metode untuk memperoleh data tentang
jaringan sosial dalam suatu kelompok, yang berukuran kecil antara 10-50 orang, data diambil berdasarkan preferensi pribadi antara anggota kelompok.
Keunggulan metode ini adalah mungkin kelebihan terbesar teknik sosiometri adalah teknik ini memberikan informasi obyektif mengenai fungsi-fungsi individu dalam kelompoknya, dimana informasi ini tidak dapat diperoleh dari sumber yang lain. Sedangkan kelemahan metode ini adalah perlu diketahui bahwa tes sosiometri, tidak memberikan jawaban yang pasti. Tes ini hanya bisa memberikan indikasi struktur social atau petunjuk bagi peneliti tentang individu pada periode tertentu, seluruh teori sosiometri atau postulatnya belum dites dan dikembangkan sampai pada tingkat yang tak tersangkal kebenarannya, dan siswa cenderung memilih bukan atas dasar pertimbangan dengan siapa dia akan paling berhasil dalam melakukan kegiatan (sosiogroup) melainkan atas dasar simpati dan antipati (psychogroup).
DAFTAR PUSTAKA
Ardhana. 2008. “Teknik Pengumpulan Data kualitatif.” (http://ardhana12.wordpress.com)
Kriswanto, Joni. 2008. “Metode Pengumpulan Data.” (http://jonikriswanto.blogspot.com)
Susanto, Eko. 2008. “Jenis Data dan Metode Pengumpulan Data.” (http://eko13.wordpress.com)

Senin, 04 Maret 2013

TEORI BEHAVIORISME 
RINGKASAN
Teori Behaviorisme adalah teori belajar yang menekankan pada hasil belajar dan tidak memperhatikan pada proses berpikir siswa. Menurut teori ini, belajar dipandang sebagai perubahan tingkah laku yang terjadi berdasarkan paradigma Stimulus-Respon, yaitu suatu proses yang memberikan respon tertentu terhadap stimulus yang datang dari luar. Proses Stimulus-Respon (SR) yaitu dorongan,rangsangan, respon serta penguatan. Ada beberapa jenis teori yang dikemukakan oleh tokoh-tokoh Behaviorisme yaitu Teori Pengkondisian Klasikal dari Pavlov, serta Teori Connectionism dari Thornaike, Teori Operant Conditioning dari B.F.Skinner, teori Watson, Teori Clark Hull, dan juga Teori Edwin Gutrei. Teori ini memiliki keunggulan dan kelemahan. Keunggulan dari teori ini adalah teori ini cocok diterapkan untuk melatih anak-anak yang masih membutuhkan dominasi peran orang dewasa dan teori ini juga membiasakan guru untuk bersikap jeli dan peka pada situasi dan kondisi belajar sedangkan kelemahan dari teori ini adalah proses pembelajaran berpusat pada guru dan siswa hanya mendengarkan penjelasan dan menghapal saja sehingga siswa menjadi tidak aktif dan tidak dapat berkembang. Teori ini digunakan disetiap jenjang pendidikan untuk melaksanakan proses pembelajaran dari dulu sampai sekarang.
Kata kunci : teori behaviorisme, stimulus, respon.
A.                PENDAHULUAN
Paradigma baru pendidikan lebih menekankan pada peserta didik sebagai manusia yang memiliki potensi untuk belajar dan berkembang. Siswa aktif dalam mencari, mengembangkan dan mengkonstruksi secara aktif pengetahuan yang didapatkan. Hal ini sesuai dengan salah satu tujuan pembelajaran matematika dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yaitu mengembangkan aktivitas kreatif yang melibatkan imajinasi, intuisi dan penemuan dengan mengembangkan pemikiran divergen, orisinal, rasa ingin tahu, membuat prediksi,  dan dugaan serta mencoba-coba (Depdiknas, 2006).
National Council of Teachers of Matematics atau NCTM (2000) menyatakan bahwa dalam mempelajari matematika peserta didik tidak hanya bergantung pada apa yang diajarkan, tetapi juga bagaimana matematika itu diajarkan, atau bagaimana peserta didik belajar dalam pembelajaran. Pada dasarnya pembelajaran merupakan proses interaksi, komunikasi dan negosiasi antara guru dan peserta didik. Proses komunikasi yang terjadi tidak selamanya berjalan dengan lancar bahkan proses komunikasi dapat menimbulkan salah pengertian ataupun salah konsep. Untuk itu, guru diharapkan mampu memberikan suatu alternatif pembelajaran bagi peserta didik agar dapat memahami konsep-konsep yang telah diberikan (Wahono, 2007).
Tidak bisa dipungkiri bahwa teori pembelajaran yang diterapkan oleh guru akan berpengaruh terhadap keberhasilan guru dan siswa dalam pembelajaran. Hal ini tentu harus disesuaikan dengan memperhatikan karakteristik siswa itu sendiri termasuk materi yang diajarkan. Sejauh ini kita telah mengenal teori dalam pembelajaran salah satunya adalah Teori Bhviorisme.
Jika ditinjau dari konsep atau teori, teori behaviorisme ini tentu berbeda dengan teori yang lain. Hal ini kita bisa lihat dalam pembelajaran sehari-hari dikelas. Ada berbagai asumsi atau pandangan yang muncul tentang teori behaviorisme. Teori behaviorisme memandang bahwa belajar adalah mengubah tingkah laku siswa dari tidak bisa menjadi bisa, dari tidak mengerti menjadi mengerti, dan tugas guru adalah mengontrol stimulus dan lingkungan belajar agar perubahan mendekati tujuan yang diinginkan, dan guru pemberi hadiah siswa yang telah mampu memperlihatkan perubahan bermakna sedangkan hukuman diberikan kepada siswa yang tidak mampu memperlihatkan perubahan makna.
Jika dilihat secara sepintas teori behaviorisme ini tentu saling berhubungan dengan teori yang lain. Untuk memberikan pemahaman yang jelas, melalui makalah ini penulis akan mengkaji dan menelaah lebih jauh tentang pengertian teori behaviorisme, keunggulan dan kelemahan behaviorisme, aplikasi teori behaviorisme, dan teori behaviorisme dalam mewujudkan tujuan belajar dan pembelajaran yang sesungguhnya. Melalui makalah ini diharapkan tidak lagi muncul asumsi yang keliru tentang  pendekatan behaviorisme tersebut, sehingga pembaca memang benar-benar mengerti apa dan bagimana pendekatan behaviorisme.
B.                 PEMBAHASAN
2.1     Pengertian Pendekatan Behaviorisme
Menurut teori behavioristik, belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari adanya interaksi antara stimulus dan respons. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu apabila ia mampu menunjukkan perubahan tingkah laku. Dengan kata lain, belajar merupakan bentuk perubahan yang dialami siswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respons.
Sebagai contoh, anak belum dapat berhitung perkalian. Walaupun ia sudah berusaha giat dan gurunya pun sudah mengajarkan dengan tekun, namun jika anak tersebut belum dapat mempraktekkan perhitungan perkalian, maka ia belum dianggap belajar. Karena ia belum dapat menunjukkan perubahan perilaku sebagai hasil belajar. Dalam contoh tersebut, stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada siswa misalnya daftar perkalian, alat peraga, pedoman kerja, atau cara-cara tertentu, untuk membantu belajar siswa, sedangkan respons adalah reaksi atau tanggapan siswa terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut.
Menurut teori ini yang terpenting adalah masuk atau input yang berupa stimulus dan keluaran atau output yang berupa respons. Sedangkan apa yang terjadi di antara stimulus dan respons dianggap tidak penting diperhatikan karena tidak bisa diamati. Faktor lain yang juga dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah faktor penguatan (reinforcement) penguatan adalah apa saja yang dapat memperkuat timbulnya respons. Bila penguatan ditambahkan (positive reinforcement) maka respons akan semakin kuat. Begitu juga bila penguatan dikurangi (negative reinforcement) respons pun akan tetap dikuatkan (Suryabrata, 1990).
Misalnya, ketika peserta  didik di beri tugas oleh guru. Ketika tugasnya ditambahkan,  maka ia akan semakin giat belajarnya. Maka penambahan tugas tersebut merupakan penguatan positif (positif reinforcement) dalam belajar. Bila tugas-tugas dikurangi dan pengurangan ini justru meningkatkan aktifitas belajarnya, maka pengurangan tugas merupakan penguatan negatif (negative reinforcement) dalam belajar. Jadi penguatan merupakan suatu bentuk stimulus yang penting  diberikan atau dihilangkan untuk memungkinkan terjadinya respons.
Terdapat beberapa pandangan tokoh-tokoh tentang pendekatan behaviorisme yang dikemukakan oleh beberapa ahli, diantaranya sebagai berikut.
1.        Pavlov
2.        Thorndike
3.        Watson
4.        Clark Hull
5.        Edwin Guthrie, dan
6.        Skiner
Masing-masing tokoh memberikan pandangan tersendiri tentang apa dan bagaimana behavoristik tersebut.
1.        Teori Pengkondisian Klasikal dari Pavlov
Ivan Petrovich Pavlov lahir 14 September 1849 di Ryazan Rusia yaitu desa tempat ayahnya Peter Dmitrievich Pavlov menjadi seorang pendeta. Ia dididik di sekolah gereja dan melanjutkan ke Seminari Teologi. Pavlov lulus sebagai sarjan kedokteran dengan bidang dasar fisiologi. Pada tahun 1884 ia menjadi direktur departemen fisiologi pada institute of Experimental Medicine dan memulai penelitian mengenai fisiologi pencernaan. Ivan Pavlov meraih penghargaan nobel pada bidang Physiology or Medicine tahun 1904. Karyanya mengenai pengkondisian sangat mempengaruhi psikology behavioristik di Amerika. Karya tulisnya adalah Work of Digestive Glands(1902) dan Conditioned Reflexes(1927).
Classic conditioning ( pengkondisian atau persyaratan klasik) adalah proses yang ditemukan Pavlov melalui percobaannya terhadap anjing, dimana perangsang asli dan netral dipasangkan dengan stimulus bersyarat secara berulang-ulang sehingga memunculkan reaksi yang diinginkan. Eksperimen-eksperimen yang dilakukan Pavlov dan ahli lain tampaknya sangat terpengaruh pandangan behaviorisme, dimana gejala-gejala kejiwaan seseorang dilihat dari perilakunya.
Bertitik tolak dari asumsinya bahwa dengan menggunakan rangsangan-rangsangan tertentu, perilaku manusia dapat berubah sesuai dengan apa yang diinginkan. Kemudian Pavlov mengadakan eksperimen dengan menggunakan binatang (anjing) karena ia menganggap binatang memiliki kesamaan dengan manusia. Namun demikian, dengan segala kelebihannya, secara hakiki manusia berbeda dengan binatang.
Ia mengadakan percobaan dengan cara mengadakan operasi pipi pada seekor anjing. Sehingga kelihatan kelenjar air liurnya dari luar. Apabila diperlihatkan sesuatu makanan, maka akan keluarlah air liur anjing tersebut. Kini sebelum makanan diperlihatkan, maka yang diperlihatkan adalah sinar merah terlebih dahulu, baru makanan. Dengan sendirinya air liurpun akan keluar pula. Apabila perbuatan yang demikian dilakukan berulang-ulang, maka pada suatu ketika dengan hanya memperlihatkan sinar merah saja tanpa makanan maka air liurpun akan keluar pula.
Makanan adalah rangsangan wajar, sedang sinar merah adalah rangsangan buatan. Ternyata kalau perbuatan yang demikian dilakukan berulang-ulang, rangsangan buatan ini akan menimbulkan syarat(kondisi) untuk timbulnya air liur pada anjing tersebut. Peristiwa ini disebut: Reflek Bersyarat atau Conditioned Respons.
Pavlov berpendapat, bahwa kelenjar-kelenjar yang lain pun dapat dilatih. Bectrev murid Pavlov menggunakan prinsip-prinsip tersebut dilakukan pada manusia, yang ternyata diketemukan banyak reflek bersyarat yang timbul tidak disadari manusia.
Melalui eksperimen tersebut Pavlov menunjukkan bahwa belajar dapat mempengaruhi perilaku seseorang.
2.        Teori Koneksionisme Thorndike
Menurut Thorndike, belajar merupakan peristiwa terbentuknya asosiasi-asosiasi antara peristiwa-peristiwa yang disebut stimulus (S) dengan respon (R ). Stimulus adalah suatu perubahan dari lingkungan eksternal yang menjadi tanda untuk mengaktifkan organisme untuk beraksi atau berbuat sedangkan respon dari adalah sembarang tingkah laku yang dimunculkan karena adanya perangsang. Dalam eksperimennya, Thorndike menggunakan kucing. Dari eksperimen kucing lapar yang dimasukkan dalam sangkar (puzzle box) tersebut diketahui bahwa supaya tercapai hubungan antara stimulus dan respons, perlu adanya kemampuan untuk memilih respons yang tepat serta melalui usaha –usaha atau percobaan-percobaan (trials) dan kegagalan-kegagalan (error) terlebih dahulu. Bentuk paling dasar dari belajar adalah “trial and error learning atau selecting and connecting learning” dan berlangsung menurut hukum-hukum tertentu. Oleh karena itu teori belajar yang dikemukakan oleh Thorndike ini sering disebut dengan teori belajar koneksionisme atau teori asosiasi.
Dari percobaan ini Thorndike menemukan hukum-hukum belajar sebagai berikut
a.       Hukum Kesiapan(law of readiness), yaitu semakin siap suatu organisme memperoleh suatu perubahan tingkah laku, maka pelaksanaan tingkah laku tersebut akan menimbulkan kepuasan individu sehingga asosiasi cenderung diperkuat.
b.      Hukum Latihan (law of exercise), yaitu semakin sering tingkah laku diulang/ dilatih (digunakan), maka asosiasi tersebut akan semakin kuat. Prinsip law of exercise adalah koneksi antara kondisi (yang merupakan perangsang) dengan tindakan akan menjadi lebih kuat karena latihan-latihan, tetapi akan melemah bila koneksi antara keduanya tidak dilanjutkan atau dihentikan. Sehingga prinsip dari hokum ini menunjukkan bahwa prinsip utama dalam belajar adalah ulangan. Makin sering diulangi, materi pelajaran akan semakin dikuasai.
c.       Hukum akibat(law of effect), yaitu hubungan stimulus respon cenderung diperkuat bila akibatnya menyenangkan dan cenderung diperlemah jika akibatnya tidak memuaskan. Hukum ini menunjuk pada makin kuat atau makin lemahnya koneksi sebagai hasil perbuatan. Suatu perbuatan yang disertai akibat menyenangkan cenderung dipertahankan dan lain kali akan diulangi. Sebaliknya, suatu perbuatan yang diikuti akibat tidak menyenangkan cenderung dihentikan dan tidak akan diulangi.  
Selain tiga hukum di atas Thorndike juga menambahkan hokum lainnya dalam belajar yaitu Hukum Reaksi Bervariasi (multiple response), Hukum Sikap ( Set/ Attitude), Hukum Aktifitas Berat Sebelah ( Prepotency of Element), Hukum Respon by Analogy, dan Hukum perpindahan Asosiasi ( Associative Shifting).
3.        Teori Conditioning Watson
Watson merupakan seorang behavioris murni. Kajian Watson tentang belajar disejajarkan dengan ilmu-ilmu lain seperti fisika atau biologi yang sangat berorientasi pada pengalaman empirik semata, yaitu sejauh dapat diamati dan diukur. Menurut Watson, belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respons. Dalam hal ini, stimulus dan respons yang dimaksud dibentuk dari tingkah laku yang dapat diamati (observabel) dan dapat diukur. Watson mengakui adanya perubahan-perubahan mental dalam diri seseorang selama proses belajar dan ia menganggap hal-hal tersebut sebagai faktor yang tak perlu diperhitungkan.
4.        Teori Systematic Behavior Clark Hull
Clark Hull juga menggunakan variabel hubungan antara stimulus dan respons untuk menjelaskan pengertian tentang belajar. Dalam hal ini, ia sangat terpengaruh oleh teori evolusi yang dikembangkan oleh Charles Darwin. Bagi Hull, seperti halnya teori evolusi, semua fungsi tingkah laku bermanfaat terutama untuk menjaga kelangsungan hidup manusia. Oleh sebab itu, teori Hull mengatakan bahwa kebutuhan biologis dan pemenuhan kebutuhan biologis adalah penting dan menempati posisi sentral dalam seluruh kegiatan manusia. Sehingga stimulus dalam belajar pun hampir selalu dikaitkan dengan kebutuhan biologis, walaupun respons yang mungkin akan muncul dapat bermacam-macam bentuknya. Dalam kenyataannya, teori-teori demikian tidak banyak digunakan dalam kehidupan praktis, terutama setelah Skinner memperkenalkan teorinya. Hingga saat ini, teori Hull masih sering dipergunakan dalam berbagai eksperimen di laboratorium.
5.        Teori Conditioning Edwin Guthrie
Demikian halnya dengan Edwin Guthrie, ia juga menggunakan variabel hubungan stimulus dan respons untuk menjelaskan terjadinya proses belajar. Menurut Edwin, stimulus tidak harus berhubungan dengan kebutuhan atau pemuasan biologis sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Clark dan Hull. Dalam hal ini, hubungan antara stimulus dan respons cenderung hanya bersifat sementara. Oleh sebab itu, dalam kegiatan belajar perlu diberikan sesering mungkin stimulus agar hubungan antara stimulus dan respons bersifat lebih tetap. Ia juga mengemukakan agar respons yang muncul sifatnya lebih kuat dan bahkan menetap, sehingga diperlukan berbagai macam stimulus yang berhubungan dengan respons tersebut. Guthrie juga percaya bahwa hukuman(punishment) memegang peranan penting dalam proses belajar. Hukuman yang diberikan pada saat yang tepat akan mampu merubah kebiasaan dan perilaku seseorang. Setelah Skinner mengemukakan dan mempopulerkan pentingnya penguatan (reinforcement) dalam teori belajarnya, sehingga hukuman tidak lagi dipentingkan dalam belajar.
6.        Teori Operant Conditioning Skinner
Konsep-konsep yang dikemukakan oleh Skinner tentang belajar mampu mengungguli konsep-konsep lain yang dikemukakan oleh para tokoh sebelumnya. Ia mampu menjelaskan konsep belajar secara sederhana dan dapat menunjukkan konsepnya tentang belajar secara komprehensif. Menurut Skinner, hubungan antara stimulus dan respons yang terjadi melalui interaksi dalam lingkungannya, yang kemudian akan menimbulkan perubahan tingkah laku, tidaklah sesederhana yang digambarkan oleh para tokoh sebelumnya.
Oleh sebab itu, untuk memahami tingkah laku seseorang secara benar perlu terlebih dahulu memahami hubungan antara stimulus satu dengan lainnya, serta memahami respons yang mungkin dimunculkan dan berbagai konsekuensi yang mungkin akan timbul sebagai akibat dari respons tersebut. Skinner juga mengemukakan bahwa, dengan menggunakan perubahan-perubahan mental sebagai alat untuk menjelaskan tingkah laku hanya akan menambah rumitnya masalah.
Sebab, setiap alat yang dipergunakan perlu penjelasan lagi, demikia  seterusnya. Dari semua pendukung Teori behavioristik, Teori Skinnerlah yang paling besar pengaruhnya. Program-program pembelajaran seperti Teaching Machine, Pembelajaran berpogram, modul, dan program-program pembelajaran lain yang berpijak pada konsep hubungan stimulus-respons serta mementingkan faktor-faktor penguat (reinforcement), merupakan program-program pembelajaran yang menerapkan teori belajar yang dikemukakan oleh Skinner.
2.2     Keunggulan dan Kelemahan Teori Behaviorisme
a)        Keunggulan Teori Behaviorisme
1)         Teori ini cocok diterapkan untuk melatih anak-anak yang masih
membutuhkan dominansi peran orang dewasa, suka mengulangi dan harus
dibiasakan, suka meniru dan senang dengan bentuk-bentuk penghargaan
langsung seperti diberi permen atau pujian.
2)         Membiasakan guru untuk bersikap jeli dan peka pada situasi dan kondisi
belajar
3)        Kelemahan Teori Behaviorisme
Kelemahan teori behaviorisme adalah sebagai berikut.
1)        Pembelajaran siswa yang berpusat pada guru (teacher centered learning), bersifat mekanistik, dan hanya berorientasi pada hasil yang diamati dan diukur.
2)        Murid hanya mendengarkan dengan tertib penjelasan guru dan menghafalkan apa yang didengar dan dipandang sebagai cara belajar yang efektif. Penggunaan hukuman sebagai salah satu cara untuk mendisiplinkan siswa (teori skinner) baik hukuman verbal maupun fisik seperti kata – kata kasar, ejekan ,  jeweran yang justru berakibat buruk pada siswa.
2.3    Aplikasi Teori Behaviorisme dalam Pembelajaran
Teori psikologi belajar yang sangat besar mempengaruhi arah pengembangan teori dan praktek pendidikan dan pembelajaran hingga kini adalah teori behaviorisme. Teori ini menekankan pada terbentuknya prilaku yang tampak sebagai hasil belajar. Teori behaviorisme dengan model hubungan stimulus-responsnya, mendudukkan yang belajar sebagai individu yang pasif. Respons atau prilaku tertentu dapat dibentuk karena dikondisi dengan cara tertentu dengan menggunakan metode drill atau pembiasaan semata. Munculnya prilaku akan semakin kuat bila diberikan reinforcement dan akan menghilang bila dikenai hukuman. 
Istilah-istilah seperti hubungan stimulus-respons, individu atau siswa pasif, prilaku sebagai hasil belajar yang tampak, pembentukan perilaku (shaping) dengan penataan kondisi secara tepat, reinforcement dan hukuman, ini semua merupakan unsur-unsur yang sangat penting dalam teori behaviorisme. Teori ini hingga sekarang masih merajai praktek pembelajaran di Indonesia. Hal ini tampak dengan jelas pada penyelenggaraan pembelajaran dari tingkat paling dini, seperti Kelompok Bermain, Taman Kanak-kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah, bahkan sampai di Perguruan Tinggi, pembentukan perilaku dengan cara drill (pembiasaan) disertai dengan reinforcement atau hukuman masih sering dilakukan.
Aplikasi teori behaviorisme dalam kegiatan pembelajaran tergantung dari beberapa hal seperti : tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik, media dan fasilitas pembelajaran yang tersedia. Pembelajaran yang dirancang dan dilaksanakan berpijak pada teori behavioristik memandang bahwa pengetahuan adalah obyektif, pasti, tetap, tidak berubah. Pengetahuan telah terstruktur dengan rapi sehingga belajar adalah perolehan pendidikan. Sedangkan mengajar adalah memindahkan pengetahuan ke orang yang belajar atau siswa. Siswa diharapkan akan memiliki pemahaman yang sama terhadap pengetahuan yang diajarkan. Artinya, apa yang dipahami oleh pengajar atau guru itulah yang harus dipahami oleh murid.
Aplikasi teori belajar behaviorisme menurut tokoh-tokoh antara lain :
a.        Aplikasi Teori Pavlov
Contohnya yaitu pada awal tatap muka antara guru dan murid dalam kegiatan belajar mengajar, seorang guru menunjukkan sikap yang ramah dan memberi pujian terhadap murid-muridnya, sehingga para murid merasa terkesan dengan sikap yang ditunjukkan gurunya.
b.      Aplikasi Teori Thorndike
1.      Sebelum guru dalam kelas mulai mengajar, maka anak-anak disiapkan mentalnya terlebih dahulu. Misalnya anak disuruh duduk yang rapi, tenang dan sebagainya.
2.      Guru mengadakan ulangan yang teratur, bahkan dengan ulangan yang ketat atau sistem drill.
3.      Guru memberikan bimbingan, pemberian hadiah, pujian, bahkan bila perlu hukuman sehingga memberikan motivasi proses belajar mengajar.
c.        Aplikasi Teori Skinner
Guru mengembalikan dan mendiskusikan pekerjaan siswa yang telah diperiksa dan dinilai sesegera mungkin.
Selain itu, penerapan teori behaviouristik adalah dengan pemberian bahan pembelajaran dalam bentuk utuh kepada peserta didik, hasil belajar segera disampaikan kepada peserta didik, proses belajar harus mengikuti irama dari yang belajar, dan materi pelajaran digunakan sistem modul.
C.                PENUTUP
3.1  Simpulan
Berdasarkan pembahasan pada bab sebelumnya maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut.
1.        Teori behaviorisme memandang bahwa belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari adanya interaksi antara stimulus dan respons.
2.        Keunggulan teori behaviorisme adalah Teori ini cocok diterapkan untuk melatih anak-anak yang masih membutuhkan dominansi peran orang dewasa, suka mengulangi dan harus
dibiasakan, suka meniru dan senang dengan bentuk-bentuk penghargaan langsung seperti diberi permen atau pujian dan membiasakan guru untuk bersikap jeli dan peka pada situasi dan kondisi belajar. K
elemahan dari teori ini adalah pembelajaran siswa yang berpusat pada guru (teacher centered learning), bersifat meanistik, dan hanya berorientasi pada hasil yang diamati dan diukur, murid hanya mendengarkan dengan tertib penjelasan guru dan menghafalkan apa yang didengar dan dipandang sebagai cara belajar yang efektif. Penggunaan hukuman sebagai salah satu cara untuk mendisiplinkan, dan siswa (teori skinner) baik hukuman verbal maupun fisik seperti kata-kata kasar, ejekan, jeweran yang justru berakibat buruk pada siswa.
3.        Penerapan teori behaviouristik adalah dengan pemberian bahan pembelajaran dalam bentuk utuh kepada peserta didik, hasil belajar segera disampaikan kepada peserta didik, proses belajar harus mengikuti irama dari yang belajar, dan materi pelajaran digunakan sistem modul. Selain itu, setiap teori yang dikemukan oleh tokok behaviorisme juga memiliki aplikasi sendiri dalam pembelajaran. Aplikasi dari teori Pavlov adalah pada awal tatap muka antara guru dan murid dalam kegiatan belajar mengajar, seorang guru menunjukkan sikap yang ramah dan memberi pujian terhadap murid-muridnya, sehingga para murid merasa terkesan dengan sikap yang ditunjukkan gurunya. Aplikasi dari teori Thorndike adalah sebelum memulai mengajar dalam kelas, peserta didik harus disiapkan terlebih dahulu mentalnya, guru mengadakan ulangan yang teratur dan memberikan pujian atau hadiah kecil kepada siswa. Sedangkan aplikasi dari teori Skinner adalah guru sesegera mungkin mengembalikan dan mendiskusikan hasil pekerjaan siswa.
3.2    Saran
       Saran yang dapat penulis sampaikan dari makalah ini, sebaiknya dalam proses pembelajaran di sekolah-sekolah tidak cenderung menggunakan teori belajar behaviorisme karena teori ini hanya berpusat pada guru dan siswa tidak diberikan kesempatan untuk mengembangkan daya imajinasinya sehingga siswa cenderung menjadi pasif dan kurang kreatif. Selain itu, teori ini juga masih menggunakan hukuman berupa kata-kata kasar dan adanya hukuman fisik.

DAFTAR RUJUKAN
Rosyada, Dede. 2004. Paradigma Pendidikan Demokratis. Jakarta: Prenada Media.
Anonim. 2010. Behavioristik. Http://Har-Stkip.Blogspot.Com/Search/Label/Behavioristik. Diakses pada tanggal 25 Februari 2010.
Anonim. 2010. Analisis Teori Belajar Ateori. http://ktpunnes2007.blogspot.com/2009/04/analisis-teori-belajar-ateori.html. Diakses pada tanggal 25 Februari 2010.
Budiningsih, Asri. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Anonim.2011.Teori Belajar Behavioristik. http://kamalfachri.wordpress.com/2011/02/07/teori-belajar-behavioristik/. Diakses pada tanggal 10 Maret 2011